AKSIOMA.CO.ID,KENDARI - Dua jurnalis di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang merupakan pengurus Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kendari, menjadi korban Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Keduanya dilaporkan di Polda Sultra, oleh seorang Calon Anggota Legislatif (Caleg) asal Partai Amanat Nasional (PAN), Andi Tendri Awaru yang tidak terima kasus penipuannya diberitakan.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra), resmi melayangkan surat penggilan terhadap dua jurnalis, Fadli Aksar (Detiksultra.com) dan Wiwid Abid Abadi (Okesultra.com), Senin 18 Februari 2019 lalu.
Pemanggilan terhadap dua jurnalis tersebut terkait dengan karya jurnalistik mereka. yang dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Berdasarkan surat tersebut, rencananya, Wiwid dan Fadli akan dimintai keterangan pada Kamis 20 Februari 2019 pukul 09.00 Wita di Polda Sultra. Dalam kasus ini, Wiwid dan Fadli dilaporkan oleh Andi Tendri Awaru ke Polda Sultra pada 8 Januari 2019 dengan nomor Laporan : R/LI-01/I/2019/Ditreskrimsus Polda Sultra.
Kasus ini bermula ketika Wiwid dan Fadli memuat berita tentang dugaan penipuan yang dilakukan oleh Andi Tendri terhadap seseorang bernama Muh. Kasad. Sebelum memuat berita tersebut kedua jurnalis telah menjalankan kewajibannya mulai dari pengumpulan data dan informasi, wawancara dan verifikasi informasi terhadap sejumlah pihak terkait baik itu polisi maupun pelapor. Kedua jurnalis itu juga telah melakukan kewajiban verifikasi (wawancara) terhadap Andi Tendri.
Bahkan, dalam upaya konfirmasi terhadap yang bersangkutan, kedua jurnalis ini justru disemprot dengan cacian dan makian. Tak hanya itu saja, Caleg PAN Dapil Kendari-Kendari Barat ini juga melakukan upaya menghalang-halangi kerja pers, dengan meminta agar berita terkait dugaan penipuan yang dilakukan dirinya tidak di publish.
"Iya, waktu itu dia (Andi Tendri Awaru) meminta agar beritanya tidak dinaikan. Selain itu, dia juga meminta supaya surat cerainya diperlihatkan," ujar Fadly, Rabu 20 Februari 2019.
Berdasarkan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, penilaian karya juralistik hanya dapat dilakukan oleh Dewan Pers. Mestinya penyelesaian sengketa pers ini, penyidik menggunakan UU pers dan terlebih dahulu melakukan koordinasi kepada Dewan Pers.
Tindakan penyidik kepolisian Polda Sultra yang menggunakan undang-undang ITE dalam kasus ini juga secara kasat mata telah mengabaikan MoU antara Polri dan Dewan Pers. Dalam kesepakatan itu disebutkan, bahwa Polri (pihak kedua) apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/ kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/ bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang, mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengadu ke pihak kesatu (dewan pers) maupun proses perdata.
Menyikapi kasus ini, baik AJI Kendari maupun IJTI Sultra dan Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kendari yang tergabung dalam Aliansi Pro Kemerdekaan Pers (APKP) menggelar unjuk rasa di Mapolda Sultra, Rabu 20 Februari 2019.
Aksi unjukrasa ini juga akan melibatkan aktivis pers kampus dan sejumlah pegiat demokrasi di Bumi Anoa. beberapa tuntutan yang akan disampaikan diantaranya, mendesak penegak hukum (kepolisian) untuk menggunakan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dalam menyelesaikan sengketa pers.